Bapak Katura AR. Seorang pria berusia 58 tahun yang sangat peduli dengan seni dan budaya, khususnya batik. Beliau dilahirkan di Trusmi pada tanggal 15 Desember 1952. Beliau anak ke 9 dari 10 bersaudara. Beliau anak dari Ranima dan Kasmin, beliau dari kelurga pengrajin batik. Semasa kecil, beliau selalu membantu bapak dan ibunya. Mulai dari usia 11 tahun sepulang sekolah beliau membantu bapak dan ibunya membuat batik dengan keuletannya, karyanya pun sangat bagus.
Bapak Katura adalah orang yang sangat peduli dengan batik, orang yang baik, ramah, terampil, ulet, telaten, cerdas, penuh kesabaran, dan yang penting memiliki selera humor. Beliau sosok pengajar yang baik dan tak segan untuk membagi ilmu tentang batik.
Beliau seorang yang mampu berpikir kritis meskipun beliau tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Di SDN 2 Trusmi Wetan beliau pertama kali bersekolah, kamudian melanjutkan ke SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Trusmi. Setelah itu beliau tidak melanjutkan ke tingkat selanjutnya karena keadaan ekonomi, sehingga beliau mengisi harinya dengan membantu ibunya yaitu membatik.Hingga kini beliau masih melakukan kegiatan tersebut meskipun tidak setiap hari.
Dengan latar belakang beliau yang tak terlalu tinggi, beliau selalu belajar dari sekelilingnya serta dengan keuletan serta berbekal ilmu membatik dari bapak dan ibunya beliau mampu mendapat Haunoris Causa dari A. University of Hawaii sebagai Master Of Art.
Katura memang seniman yang konsisten menggunakan batik sebagai medium menyuarakan pesan atau kritik sosial. Konsistensi Katura dalam menggunakan batik untuk menyikapi kondisi sosial-politik Indonesia itu sudah menjulur panjang. Sejak puluhan tahun silam. Batik merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup Katura. Dia belajar membatik sejak usia 11 tahun. Minat dan bakatnya itu menurun dari kedua orang tuanya yang memang sama-sama pembatik.
Tentu saja Katura tak hanya membuat karya-karya bertema sosial-politik. Tapi, juga batik-batik bergaya khas Cirebonan. Di antaranya, mega mendung, naga seba, kereta paksi naga liman, singa barong, dan sunyaragi.
Nama Katura lebih banyak dikenal kalangan pencinta atau kolektor batik. Mayoritas konsumennya berasal dari Jepang. Mencapai 80 persen.Selain itu, ada pula dari Belanda, Jerman, Prancis. Pada 1987 ada dua dosen seni rupa asal Belanda dan Jerman yang belajar seni batik khas Cirebon ke Trusmi.
Sumber : Jawapos | Sanggar batik katura