Mariana telah bersentuhan dengan dunia perbatikan sejak masa bersekolah di Solo. Saat itu, ia kagum pada teknik pewarnaan dan pembuatan kain batik yang memiliki alur kerja berlapis-lapis. Mariana yang memang menyukai tantangan, terpesona pada kesulitan dan kerumitan pembuatan sehelai kain batik yang bisa memakan waktu 4-6 bulan.
Kekaguman ini berubah menjadi bisnis semasa menempuh kuliah hukum di Universitas Parahyangan, Bandung, pada 1962. Bungsu dari empat bersaudari ini lantas menjajakan batik yang dibawanya dari Pekalongan kepada teman-temannya.
Visinya sederhana tetapi amat kuat: batik harus bisa dipakai oleh semua kalangan, baik tua maupun muda. Dan, Parang Kencana besutan Mariana Sutandi pun sukses merangsek pasar batik kelas atas.
Jika diukur dari eksistensi merek batiknya, yakni Parang Kencana, jejak bisnis Mariana Sutandi memang baru berusia 17 tahun. Usia yang relatif muda untuk membangun sebuah merek. Namun, jika dilihat dari awal persentuhannya dengan industri batik, tak kurang dari 30 tahun Mariana telah menggeluti dunia yang dilimpahi kekayaan tradisi dan budaya itu.
Tiga puluh tahun merupakan usia yang dianggap matang untuk menjalani garis hidup yang diyakininya. Dan itulah memang yang dialami Parang Kencana, yang kini semakin matang menjelajahi industri batik premium di Indonesia. Dengan 30 gerai yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan ataupun kawasan elite seperti Plaza Senayan dan Kemang serta di gerbang pertemuan Indonesia dengan dunia luar, Bandara Soekarno-Hatta, Mariana dengan gigih mengibarkan Parang Kencana yang berciri khas batik tulis bermotif parang. “Parang adalah salah satu corak yang pakem dan banyak dipakai keluarga bangsawan,” ungkap Mariana. Pilihan yang dirasanya sangat sesuai dengan segmen premium yang disasarnya.
Hingga kini, busana batik premium yang diproduksinya dibanderol seharga Rp 500 ribu-5 juta lebih per potong, baik kemeja lengan pendek, kemeja lengan panjang, maupun busana wanita seperti blus, terusan, dan berbagai model lainnya. Sementara selendang batik, harga yang dipatok malah lebih premium lagi, misalnya ada yang menembus Rp 15 juta lebih per helai.
Per bulan, produksinya kini mencapai lebih dari 5 ribu potong busana bermotif batik dan ratusan kain batik dengan mengaryakan sekitar 70 karyawan, lima desainer batik, 7 desainer busana, serta tak kurang dari 400 perajin batik di Pekalongan, Cirebon dan Jakarta. Meski demikian, sesuai dengan segmen yang disasarnya, Mariana menjaga eksklusivitas produknya. Caranya, ia hanya memproduksi 1-20 potong dari setiap desain yang mencapai 70 desain baru setiap bulannya. Sementara untuk kain batik lebih eksklusif lagi, hanya ada satu potong setiap desainnya.