Wanita kelahiran 27 November 1934 – meninggal di Yogyakarta, 5 Agustus 2021 pada umur 86 tahun. Tokoh batik dari Jogjakarta ini dikenal sebagai pecinta batik tulis yang memperjuangkan kehidupan perajin batik dan penggunaan zat warna alami. Pendiri sekaligus kurator Museum Batik Rakyat “Cipto Wening” di imogiri, Bantul, Ibu Ir. Dra. Larasati Suliantoro Sulaiman yang akrab dipanggil Ibu sul tahun rajin berkeliling Jawa untuk memberi pelatihan membatik kepada masyarakat umum.
Diluar dari kesibukannya itu, Ia masih sempat menjalankan gagasan membangkitkan kembali tradisi membatik didesa Gemawang, Ungaran, Semarang serta di desa Losari dan desa Citrosono, Magelang.
Saat gempa melanda Kabupaten bantul, Jogjakarta, yang pertama ia cemaskan bukanlah harta benda yang hancur melainkan nasib para pembatik tradisional di daerah bencana.
Kesungguhannya dalam menjaga kelangsungan tradisi batik berangkat dari pandangannya bahwa batik adalah identitas, jati diri dari suatu budaya dan masyarakatnya.
Batik menempatkan seseorang pada posisinya, menjadi pengingat akan kewajiban dan tanggungjawab, alat penting untuk menyelenggarakan tata krama.
Pada masyrakat Jawa, khususnya, batik berperan sebagai identitas pribadi, pusaka keluarga, dan daerah asal-usul. Mantan rektor Institut Pertanian (INTAN). Jogjakarta ini pun dikenal sebagai pemrakarsa budidaya tumbuh-tumbuhan penghasil warna alam, terutama indigo. Ia membuka pekarangannya bagi para pelajar dan peneliti karena tumbuhan indigo umumnya tumbuh liar.