Sapuan lahir 9 september 1964. “Dapur” batik dunia itu ada di Pekalongan, Jawa Tengah. Salah satu maestro batik di wilayah ini adalah Bapak Sapuan. Guru biologi di sekolah SMA ini sejak beberapa tahun lalu menekuni batik.
Namun, berbeda dengan para pembatik lainnya, pria yang penampilannya suka memakai sarung batik ini memilih “target market” yang sangat segmented, super niche. Ia tidak “memproduksi” batik untuk konsumsi fashion, tetapi memilih menciptakan batik halus atau batik art.
Menurutnya, ia sengaja memilih “jalan sunyi” ini untuk mengembalikan hakikat batik yang sebenarnya. Batik adalah sesuatu yang lebih dari sekadar yang kita ketahui selama in
Dijumpai di Gelar Batik Nusantara (GBN) 2017 di JCC Jakarta, ia mengungkapkan dengan metafora, sumber air dari gunung itu awalnya kan bersih, tetapi makin ke bawah bercampur dengan kotoran-kotoran, sehingga air berubah, karakter bersihnya hilang.
Menurutnya, sebenarnya batik bukanlah soal bisnis dan mencari untung semata, batik adalah budaya, buah budi, hasil cipta, olah rasa dan karsa manusia yang menyimpan nilai-nilai, ajaran hidup layaknya kitab suci, yang bisa mengantarkan manusia menuju ke penciptanya.
Laki-laki berusia 55 tahun ini tak begitu mempermasalahkan batik ciptaannya hanya mempunyai “segmen pasar” yang sangat kecil. Ia tak pernah khawatir dengan sedikitnya kolektor yang mengapresiasi batiknya.
Namun, ia sangat optimis suatu hari batik hasil ciptaannya akan menemukan kolektor yang mengapresiasi dengan harga tinggi. Selembar batik ciptaan Pak Sapuan dibandrol dengan harga Rp 200 juta rupiah.
Ia lalu membandingkan harga lukisan dari para maestro yang harganya bisa jadi lebih tinggi dari harga batiknya. Sampai saat ini, Pak Sapuan telah menciptakan batik sebanyak 70-an lembar, dan suatu saat ia akan mengadakan pameran tunggal.
Uniknya, batik Pak Sapuan terletak pada detailnya yang luar biasa. Ia menceritakan, untuk bisa menghasilkan detail yang rumit itu, ia memakai canting berukuran nol, sangat kecil dan memakai malam (lilin untuk membatik) yang diciptakan khusus.
Ia juga memaknai, mencipta batik baginya adalah juga sebuah laku spiritual. Ia merasa dilahirkan sebagai manusia dan harus bisa memberikan kontribusi yang dapat memberi inspirasi kepada banyak orang.
Di rumahnya, ia sering melakukan workshop mengenai banyak hal yang berhubungan dengan batik. Ia bahkan bersedia berbincang sampai tengah malam.
Penulis : Karmin winata
Sumber: Liputan6.com